MALANG, Wartapawitra.com — Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KSM-T) Kelompok 5 menghadirkan inovasi bertema zero waste melalui pengolahan jagung menjadi berbagai produk bernilai tambah. Program kerja ini tidak hanya menghasilkan olahan pangan, tetapi juga memanfaatkan limbah jagung agar tidak terbuang sia-sia.
Beberapa produk yang dikembangkan antara lain adalah susu jagung, kripik jagung berprotein tinggi yang dibuat dari ampas jagung, serta pakan ternak fermentasi (silase) yang berasal dari kulit jagung. Pakan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan bagi hewan ruminansia, khususnya sapi.
Demonstrasi pengolahan produk dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama berlangsung pada Minggu (31/08) di lapangan kavling Nongkosongo, dan hari kedua pada Senin (01/09) dengan implementasi langsung pembuatan silase di salah satu peternakan sapi milik warga Desa Wringinsongo.
Ketua Kelompok 5, Rosid, menyampaikan bahwa komitmen mereka adalah mengolah jagung secara menyeluruh agar tidak menyisakan limbah.
“Karena sesuai dengan tema kita zero waste yang berarti nol limbah, jadi memang semua terpakai dan terolah,” ujarnya, Senin (01/09).
Kegiatan ini mendapat respons positif dari masyarakat, khususnya warga Nongkosongo yang mayoritas berprofesi sebagai petani jagung. Selama ini, hasil panen hanya dijual sebagai bahan sayuran tanpa pengolahan lebih lanjut.
“Programnya sangat membantu petani, mbak, karena di sini jagung adalah sektor utama di pertanian, jadi kita tahu harus mengelola apa dari jagung tersebut,” ujar salah satu warga.
Apresiasi juga disampaikan oleh Kepala Dusun Sumberingin, Arif. Ia menilai program tersebut sangat relevan dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat, termasuk dalam sektor wisata lokal.
“Terima kasih atas ide-ide kreatif yang diusung oleh mahasiswa, terutama Kelompok 5. Programnya bermanfaat untuk hasil olahan di salah satu sektor wisata Sumberingin,” jelasnya.
Arif berharap agar program ini tidak berhenti sampai tahap demonstrasi saja, namun dapat dilanjutkan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan berkelanjutan. Dengan begitu, masyarakat dapat mengelola produk turunan jagung secara mandiri dan berkesinambungan.









